Iklan Atas

Maraknya Perilaku Bullying di Kalangan Remaja, Apakah Berpengaruh Pada Kesehatan Mental?

Makassar, kabariapan.com - Bullying yang berasal dari kata "bull" dalam bahasa Inggris, yang merujuk pada banteng. Banteng adalah hewan yang dikenal karena perilaku agresifnya terhadap siapa pun yang berada di sekitarnya. Hal yang sama terjadi dalam konteks bullying, di mana perilaku ini dianggap bersifat merusak seperti perilaku banteng yang agresif. Bullying adalah sebuah keadaan di mana terjadi penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk menyakiti orang lain. Penyalahgunaan ini bisa bersifat fisik maupun mental dan dilakukan oleh pihak yang memiliki kekuatan, bukan hanya dalam konteks fisik tetapi juga psikologis.

Istilah "bullying" berasal dari bahasa Inggris dan mengacu pada tindakan "penggertak" atau perilaku yang mengganggu individu yang lebih lemah. Meskipun istilah ini masih kurang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, karena belum ada padanan kata yang cocok dalam bahasa Indonesia, beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, penindasan, penggencetan, atau intimidasi. Bullying adalah tindakan agresif yang disengaja dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan. Tindakan ini dapat mencakup pemukulan, tendangan, ancaman, ejekan, pelecehan verbal, atau pengiriman pesan atau surel yang merendahkan, dan sering terjadi berulang kali, dengan interval waktu tertentu, minimal seminggu, selama satu bulan atau lebih.

Bullying atau perundungan adalah salah satu masalah sosial yang kerap terjadi di masyarakat. Menurut informasi yang dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tanggal 13 Februari 2023, terjadi peningkatan jumlah kasus bullying sebanyak 1.138 kasus yang melibatkan kekerasan fisik dan psikologis. Selain itu, KPAI juga mencatat bahwa selama periode 9 tahun dari tahun 2011 hingga 2019, terdapat 37.381 laporan tentang kekerasan terhadap anak.

Kasus bullying sudah tidak asing lagi terdengar di telinga. Banyaknya kasus yang terjadi tentunya membuat banyak dampak yang ditimbulkan. Menurut data UNICEF tahun 2018, satu dari tiga anak muda di 30 negara pernah menjadi korban perundungan. Penelitian yang dilakukan World Health Organization atau WHO melakukan penelitian dan didapatkan adanya korban bullying berdasarkan rentang usia dari 13 sampai 17 tahun di wilayah Asia Tenggara dan Asia Selatan di negara seperti Bhutan, Indonesia, Maldives, Myanmar, Thailand, Nepal, Timor Leste, Sri Lanka, Bangladesh, dan India. Hasilnya terdapat dampak dari korban bullying yang berakibat pada kesehatan mental korban, yaitu sebesar 33,02% angka untuk kecemasan, sebesar 30,09 % angka untuk percobaan bunuh diri, dan sebesar 32, 96% keinginan untuk menyendiri angka untuk sepanjang tahun 2014 sampai tahun 2016. Dalam catatan KPAI (2020) pengaduan kasus bullying di Indonesia menginjak pada angka 2.473 laporan serta trennya terus meningkat.

Dari banyaknya dampak yang ditimbulkan pada kasus bullying salah satunya yaitu kesehatan mental. Pada remaja, dikenal bahwa usia ini memiliki jiwa-jiwa yang sensitif. Kesehatan mental yang baik mencakup keadaan dimana pikiran dan perasaan kita berada dalam keadaan damai dan stabil, sehingga kita dapat menikmati kehidupan sehari-hari dengan penuh rasa syukur dan menghargai individu di sekitar kita. Seseorang yang memiliki kesehatan mental yang baik dapat mengoptimalkan kemampuan dan potensi dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup, dan mampu  menjalin hubungan yang positif dengan orang lain. Di sisi lain, individu yang mengalami gangguan kesehatan mental akan menghadapi perubahan suasana hati, penurunan kemampuan berpikir, serta kesulitan mengendalikan emosi, yang pada akhirnya dapat mengarah pada perilaku yang tidak diinginkan. Masalah kesehatan mental dapat mengakibatkan gangguan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya merusak interaksi sosial atau hubungan dengan orang lain, tetapi juga dapat menghambat prestasi di sekolah dan produktivitas di tempat kerja.

Banyak faktor yang menyebabkan kesehatan mental mengalami ketergangguan dan terlibatnya pula banyaknya perilaku bullying yang beredar di kalangan remaja. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku bullying dapat memicu korban merasa tertekan dan membuat guncangan mental di dalam dirinya sehingga dapat mempengaruhi kesehatan mentalnya. Bullying berdampak pada kesehatan mental korbannya sehingga menyebabkan disfungsi sosial, perasaan rendah diri, kecemasan, insomnia, depresi, bahkan sampai bunuh diri. Dampak bullying jika dilihat dari sisi pelaku maka akan timbulnya emosi yang berlebihan, dikucilkan, tindakan intimidasi, sampai tindak pidana dan sebagainya. Bagi korban, bullying akan menimbulkan bahaya psikologis berupa korban juga cenderung membawa luka emosional, fobiasosial di masa dewasa, emosional tidak stabil karena merasa tidak nyaman, tindakan fisik juga menyebabkan bekas luka pada korban bullying.

Secara perlahan, korban bullying dapat mengalami kesejahteraan psikologis yang buruk. Mereka mungkin mulai merasa tidak nyaman, kehilangan kepercayaan diri, merasa rendah diri, menjadi takut, dan kesulitan dalam beradaptasi sosial. Hal ini dapat menyebabkan mereka kehilangan minat untuk sekolah, kurang bersosialisasi, kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, dan akhirnya berdampak pada penurunan prestasi akademik. Bahkan, mereka mungkin mengalami dorongan untuk mengakhiri hidup mereka sebagai hasil dari tekanan fisik, pelecehan, atau hukuman yang mereka alami. Aktivasi respons fight or flight dapat memicu perasaan cemas pada korban bullying. Respons fight adalah reaksi yang muncul dengan tujuan membuat seseorang merasa lebih aman dari berbagai ancaman, seperti tindakan bullying.

Tindakan bullying yang terjadi merupakan suatu perilaku negatif yang dapat menghasilkan perasaan ketidakamanan dan ketidaknyamanan pada korban. Ini diperparah oleh kurangnya dukungan sosial dan ketidakpuasan individu terhadap kebutuhan mereka untuk diterima di lingkungan sekitar. Situasi seperti ini dapat meningkatkan perasaan ketidakberdayaan pada korban, yang pada gilirannya dapat menyebabkan timbulnya depresi. Tidak hanya itu, Depresi ini muncul disebabkan oleh tindakan bullying yang diterima oleh korban dari pelaku. Remaja yang mengalami depresi cenderung mengisolasi diri dan merasa bersalah atas situasinya, yang bisa menyebabkan dorongan untuk mengakhiri hidup mereka. Mereka mungkin merasa bahwa tidak ada harapan dalam hidup mereka dan merasa bahwa diri mereka tidak memiliki nilai. Ini mencerminkan gangguan dalam faktor biologis seseorang, dengan kata lain, kesejahteraan mental seseorang telah terganggu oleh perlakuan bullying yang mereka alami.

Langkah pertama yang perlu diambil dalam usaha untuk mencegah dan mengatasi bullying adalah melakukan intervensi terhadap pelaku, karena seringkali pelaku bullying melibatkan lebih dari satu individu dalam tindakan mereka. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kasus bullying karena semakin banyak orang yang terlibat dalam perilaku tersebut. Penting bagi semua anggota masyarakat untuk memberikan perhatian khusus pada masalah bullying ini, terutama karena sebagian besar kasus bullying terjadi di lingkungan sekolah, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental siswa. Kesehatan mental bukan hanya tentang mengidentifikasi gejala tekanan psikologis, tetapi juga tentang memperhatikan karakteristik kesejahteraan psikologis, seperti perasaan kebahagiaan, minat, dan kemampuan untuk menikmati hidup yang memengaruhi kehidupan seseorang.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa perilaku bullying yang sudah merajalela di kalangan masyarakat dapat menimbulkan banyak faktor. Faktor yang terbahaskan dan marak terjadi  berdampak pada kesehatan mental. Oleh karena itu, hal tersebut perlu diperdalam lebih baik lagi agar tidak terjadi dampak lebih buruk kedepannya.



Penulis : Nur Resky (Mahasiswa Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, FKM Universitas Hasanuddin)